Unsurintrinsik terdiri dari tokoh cerita, pembaca perlu mengetahui tema, alur, sudut pandang, amanat, latar, dan gaya bahasa. Sedangkan unsur ekstrinsik berkaitan dengan nilai-nilai moral, budaya, dan agama dalam masyarakat. Baca Juga. Tokoh adalah pelaku yang mengalami berbagai peristiwa dalam sebuah cerita.
bersuara dan diputar pertama kali 6 Oktober 1927 di New York. Kemudian selanjutnya film berwarna tahun 1930-an. 2.2.2 Jenis Film Film dianggap sebagai tiruan dari kenyataan, dapat dikatakan juga film sarana untuk produksi karya sebelum ditemukannya pementasan teater. Terdapat jenis film dengan pendekatan yang beragam.
Padaintinya apa yang disebut dengan drama adalah sebuah genre sastra yang penampilan fisiknya memperlihatkan secara verbal adanya dialog diantara tokoh-tokoh yang ada. Selain didominasi oleh cakapan yang langsung itu, lazimnya sebuah karya drama juga memperlihatkan adanya semacam petunjuk pemanggungan yang akan memberikan gambaran tentang
Vay Tiá»n Nhanh Chá» Cáș§n Cmnd Nợ Xáș„u. Teks cerita pendek atau disebut juga cerpen merupakan suatu karya sastra dalam bentuk tulisan yang mengisahkan tentang sebuah cerita fiksi lalu dikemas secara pendek, jelas dan ringkas. Cerpen biasanya hanya mengisahkan cerita pendek tentang permasalahan yang dialami satu tokoh saja. Teks cerpen itu sendiri dibangun oleh beberapa unsur instrinsik, diantaranya Plot atau alur merupakan urutan peristiwa atau jalan cerita pada sebuah cerpen. Pada umumnya alur pada cerpen diawali dengan perkenalan, konflik masalah, lalu penyelesaian. Alur pada cerpen terdiri dari alur maju, alur mundur, dan alur campuran. Gaya Bahasa merupakan ciri khas dari penulis saat menuliskan cerita pendek tersebut. Gaya bahasa ini bisa dibedakan dari penggunaan majas, diksi, dan pemilihan kalimat yang tepat di dalam cerpennya. Sudut pandang merupakan posisi pengarang saat menyampaikan cerita. Di dalam sebuah cerpen, terdapat sudut pandang sebagai orang pertama, sudut pandang orang kedua, dan sudut pandang orang ketiga. Ada juga sudut pandang dari penulis yang berasal dari sudut pandang orang yang berada di luar cerita. Amanat merupakan pesan moral atau pelajaran yang disampaikan oleh penulis kepada pembaca. Pesan moral yang disampaikan biasanya dalam bentuk tersirat maupun tersurat. Penokohan merupakan cara penulis menentukan watak atau karakter dari tokoh tersebut. Adapun jenis perwatakan seorang tokoh dapat disampaikan melalui dialog, penjelasan narasi, atau penggambaran fisik tokoh tersebut. Berdasarkan penjelasan di atas, posisi pengarang saat menyampaikan cerita dalam cerpen disebut sudut pandang. Dengan demikian, jawaban yang tepat adalah pilihan C.
Apa yang anda lihat dan rasakan ketika menonton sepak bola? Sebagai penonton, perasaan anda jelas berbeda dengan apa yang dilihat dan dirasa oleh si pemain yang timnya menang atau malah si pemain yang timnya kalah. Akibat dari kejadian itupun akan berbeda bagi anda, si pemain yang menang, dan si pemain yang kalah. Oleh sebab itu sudut pandang adalah krusial dalam mempengaruhi penyajian cerita dan alurnya. Sudut pandang point of view sendiri memiliki pengertian sebagai cara penulis menempatkan dirinya di dalam cerita. Secara mudah, sudut pandang adalah teknik yang dipilih penulis untuk menyampaikan ceritanya. Sudut Pandang point of view adalah elemen yang tidak bisa ditinggalkan dalam membangun cerita pendek. Sudut pandang adalah cara pengarang menempatkan dirinya terhadap cerita, dari sudut mana pengarang memandang ceritanya. Sudut pandangan tokoh ini merupakan visi pengarang yang dijelmakan ke dalam pandangan tokoh-tokoh bercerita. Jadi sudut pandangan ini sangat erat dengan teknik bercerita. Sudut Pandang adalah salah satu unsur fiksi yang menjadi kunci kesuksesan cerita. Sebelum kita menulis cerita, harus memutuskan untuk memilih dan menggunakan sudut pandang tertentu di dalam cerita yang akan kita buat. Kita harus sudah bisa mengambil sikap naratif, antara mengemukakan cerita dengan dikisahkan oleh seorang tokohnya, atau oleh seorang narator yang diluar cerita itu sendiri. Jenis Sudut Pandang Dalam Cerita Sudut pandang umumnya dibagi kedalam empat jenis diantaranya sebagai berikut ini Sudut Pandang Orang Pertama Tunggal Penulis sebagai pelaku sekaligus narator yang menggunakan kata ganti âakuâ. A. âAkuâ sebagai tokoh utama. Penulis adalah âaku âsebagai tokoh utama cerita dan mengisahkan dirinya sendiri, tindakan, dan kejadian disekitarnya. Pembaca akan menerima cerita sesuai dengan yang dilihat, didengar, dialami, dan dirasakan âakuâ sebagai narator sekaligus pusat cerita. Contoh Seorang lelaki tua memanggilku sepuluh menit lalu di ruang pribadinya di lantai paling atas pada gedung megah biru dunker, inti kampusku. Dia duduk pongah di kursi busa berukir khas jepara dibalik meja. Senyumnya mahal, semahal kursi itu. Kucoba duduk santai dihadapnya, sambil melirik buku yang tadi dibantingnya. Gagasan, itu tulisan di sudut kanan atas sampul depan. Mendesah sebelum kualirkan mata ke tanda pengenal meja disebelah buku itu, tulisan cerlang bereja Rektor pongah menatapku. Kulengoskan kepala keluar jendela, sementara mulutnya terus mengumpat. Soal buku itu, tentu juga soal aku. Rektor Itu Ayahmu, Sayang? â Ardyan Amroellah Catatan Tokoh âakuâ tak mungkin mengungkapkan perasaan atau pikiran tokoh lain kecuali dengan perkiraan. Penulis harus memahami tokoh âakuâ sesuai karakternya. Misalnya soal bahasa, perlu dilihat apakah âakuâ adalah orang tua atau anak muda. Itu akan mempengaruhi gaya bahasa yang diucapkan. Mengenali dengan baik karakter âakuâ adalah keharusan.. B. âAkuâ sebagai tokoh bukan utama. Penulis adalah âaku â dalam cerita tapi bukan tokoh utama. Keberadaan âakuâ hanya sebagai saksi/kawan tokoh utama. âAkuâ adalah narator yang menceritakan kisah yang dialami tokoh lain yang menjadi tokoh utama. Contoh Aku sudah mengetahui wajahnya sejak lama, sejak sekitar dua tahun lalu. Seminggu sekali dia datang ke salon itu, selalu. Aku kerap tertawa saat ingat kali pertama aku melihatnya. Lusuh, kusam, dekil, sama sekali tak berwarna. Tapi aku tahu, dia bak mutiara jatuh dalam kotoran dan ketakberuntungan. Tinggal membasuhnya saja sebelum moncernya kembali. Dan rupanya dia tahu bagaimana cara memelihara diri. Terbukti, tak ada tanda kekusaman yang muncul. Aih, aku jadi iri. Mimpimu Apa? â Ardyan Amroellah Catatan Teknik ini hampir mirip dengan Sudut Pandang Orang Ketiga. Hanya saja narator ikut terlibat sebagai tokoh. âAkuâ hanya mengomentari apa yang dilihat dan didengar saja. âAkuâ bisa mengungkap apa yang dirasakan atau dipikirkan tokoh utama, tapi hanya berupa dugaan dan kemungkinan berdasar apa yang âakuâ amati dari tokoh utama. Sudut Pandang Orang Pertama Jamak Ini mirip dengan Sudut Pandang Orang Pertama Tunggal, hanya saja menggunakan kata ganti âkamiâ. Narator menjadi seseorang dalam cerita yang bicara mewakili beberapa orang atau sekelompok orang. Contoh Siang itu kami berkerumun di teras masjid, membahas isu hangat yang merebak di pondok. Secara beruntun, barang-barang kami hilang. Mi instan, uang, buku, hingga celana dalam. Hal terakhir itu sangat keterlaluan. Ajaibnya, kami berempat sama. Celana dalam kami habis. Percayalah, hanya sarung yang kami pakai saat ini. Ronaldo Dari Brazil â Anin Mashud Sudut Pandang Orang Kedua Penulis adalah narator yang sedang berbicara kepada kata ganti âkamuâ dan menggambarkan apa yang dilakukan âkamuâ atau âkauâ atau âandaâ. Contoh Ini hari pertamamu masuk kerja. Harus sempurna! Maka jadi sejak tiga sejam lalu, kau sibuk bolak-balik di depan cermin. Mengecek baju, rambut, sampai riasan di wajahmu. Lalu setelah kau memulaskan lipgloss sebagai sentuhan final yang kau rasa akan memesona teman-teman barumu di kantor nanti, kau mengambil parfum. Menyemprotkannya di belakang telinga, pergelangan tangan, selangkangan, dan ke udara. Sedetik berikutnya, kau melewati udara beraroma lili dan lavender itu, berharap supaya wanginya menempel di rambut dan blazer barumu. Novel The Girlsâ Guide to Hunting and Fishing â Melissa Bank Catatan; Pembaca diperlakukan sebagai pelaku utama sehingga membuatnya menjadi merasa dekat dengan cerita karena seolah menjadi tokoh utama Penulis harus konsisten tak menyebut âakuâ untuk berbicara dengan tokoh utama. Sudut Pandang Orang Ketiga Tunggal. Penulis ada di luar cerita tak terlibat dalam cerita. Penulis juga menampilkan para tokoh dengan menyebut namanya atau kata ganti âdiaâ. Sudut Pandang Orang Ketiga Mahatahu. Penulis seperti Tuhan dalam karyanya, yang mengetahui segala hal tentang semua tokoh, peristiwa, tindakan, termasuk motif. Penulis juga bebas berpindah dari satu tokoh ke tokoh lain. Bahkan bebas mengungkapkan apa yang ada dipikiran serta perasaan para tokohnya. Contoh âIbrahim?!â âYa, Ibrahim. Seperti itulah tugasnya setelah dipanggil pulangâŠâ Jawaban itu tak memuaskan, Ranju masih dliputi ketakpercayaan saat si guide bertudung memintanya melanjutkan jalan. Secepat Ranju berkedip, secepat itu Ranju menjumpai pantai di matanya. Dan itu membuat Ranju mulai percaya ini tak dunia? Tidak, hatinya masih penuh logika. Meski Ranju ingat, dia tadi berjalan diatas air, dia tadi menghirup susu di parit kecil pinggir jalan, dia tadi menatap wanitaâwanita elok yang menyapa genit. Ranju bermainâmain di pikiran sampaiâsampai si guide bertudun menyentak lengannya. Ranju terpaku diluar pagar sebuah rumah kecil serupa rumah keluarga Amerika kelas menengah. Lelaki Di Tengah Lapangan â Ardyan Amroellah Sudut Pandang Orang Ketiga Terbatas. Penulis melukiskan segala apa yang dialami tokoh hanya terbatas pada satu orang atau dalam jumlah yang sangat terbatas. Penulis tak leluasa berpindah dari satu tokoh ke tokoh lainnya. Melainkan terikat hanya pada satu atau dua tokoh saja. Contoh Selalu ada cita di dalam benaknya, untuk mabuk dan menyeret kaki di tengah malam, menyusuri Jalan Braga menuju penginapan. Dia akan menikmati bagaimana lampu-lampu jalan berpendar seperti kunang yang bimbang; garis-garis bangunan pertokoan yang berderet tak putus acap kali menghilang dari pandangan; dan trotoar pun terasa bergelombang seperti sisa ombak yang menepi ke pantai. Lagu Malam Braga â Kurnia Effendi Sudut Pandang Orang Ketiga Objektif Narator melukiskan semua tindakan tokoh dalam cerita namun tak mengungkapkan apa yang dipikirkan serta dirasakan oleh tokoh cerita. Penulis hanya boleh menduga apa yang dipikirkan, atau dirasakan oleh tokoh ceritanya. Contoh Si lelaki tua bangkit dari kursinya, perlahan mengeluarkan pundi kulit dari kantung, membayar minuman dan meninggalkan persenan setengah peseta. Si pelayan mengikutinya dengan mata ketika si lelaki tua keluar. Seorang lelaki yang sangat tua yang berjalan terhuyung tetapi tetap dengan penuh harga diri. âKenapa tak kau biarkan saja dia minum sampai puas?â tanya si pelayan lain. Mereka berdua menurunkan semua tirai. âBelum jam setengah dua.â lanjutnya. âAku ingin cepat pulang dan tidur.â Tempat yang Bersih Terang â Ernst Hemingway Sudut Pandang Orang Ketiga Jamak Penulis menuturkan cerita berdasarkan persepsi atau kacamata kolektif. Penulis akan menyebut para tokohnya dengan menggunakan kata ganti orang ketiga jamak; âmerekaâ. Contoh Pada suatu hari, ketika mereka berjalan-jalan dengan Don Vigiliani dan beberapa anak lelaki dari kelompok pemuda. Dalam perjalanan pulang, mereka melihat ibu mereka di sebuah kafe di pinggir kota. Dia sedang duduk di dalam kafe itu; mereka melihatnya melalui sebuah jendela dan seorang pria duduk bersamanya. Ibu mereka meletakkan syal tartarnya di atas meja. Ibu â Natalia Ginzburg. Sudut Pandang Campuran Penulis menempatkan dirinya bergantian dari satu tokoh ke tokoh lainnya dengan sudut pandang yang berbeda-beda. âakuâ, âkamuâ, âkamiâ, âmerekaâ, dan atau âdiaâ. Catatan Biasanya teknik ini dipakai dalam cerita yang membutuhkan halaman banyak. Perlu ketelitian dalam setiap fragmen saat penulis mengubah sudut pandang. SUDUT PANDANG ORANG KEDUA PENJELASAN KHUSUS Dibandingkan unsurâunsur pembentuk cerita lainnya, penulisâpenulis Indonesia cenderung lambat dalam mengeksperimen dan membarui penggunaan sudut pandang dalam penerapannya pada karya. Selama ini secara umum kita hanya mengenal dua macam sudut pandang, yaitu Sudut Pandang Orang Pertama dan Sudut Pandang Orang Ketiga. Sama sekali tak ada teori dan penggunaan Sudut Pandang Orang Kedua. Mengapa seperti itu? Jawaban semua penulis rataârata sama. Sulit. Sebagai gambaran singkat. Misalnya seseorang yang bernama Andi, bercerita kepada temannya, Budi. Ada dua kemungkinan Andi menceritakan dirinya dengan berkata, âPagi ini aku berangkat pagi.â Dalam hal ini, Andi menggunakan sudut pandang orang pertama aku. Kemungkinan kedua, Andi menceritakan orang lain. Misalnya dengan, âTadi siang dia makan siang.â Di sini, Andi menggunakan sudut pandang orang ketiga dia. MUNGKINKAH ANDI BERCERITA KEPADA BUDI TENTANG BUDI? Dalam keadaan normal, kejadian semacam ini mustahil terjadi sebab apa yang dialami Budi tentunya Budi sendiri yang lebih tahu. Hal itu seperti mengharapkan dalang bercerita soal Arjuna kepada Arjuna yang menontonnya. Jelas Arjuna lebih tahu kisah dirinya sendiri dibanding dalang. Itu jika normal. Jika tak normal apakah bisa? Dan bagaimana praktiknya jika bisa? Kembali ke pengandaian diatas. Jawabannya adalah bisa saja ketika Arjuna kehilangan informasi tentang dirinya atau kejadian yang dialaminya, karena mungkin dia pingsan atau tidur, lalu Arjuna minta keterangan dalang sehingga dalang akan menginformasikan, âWaktu tidur tadi kau berjalan keluar kamar, tapi matamu meram.â Kondisi terakhir ini dapat melahirkan sudut pandang orang kedua kau, kamu asalkan dalang konsisten tak menyebut dirinya sebagai âakuâ. Dalam bentuk cerita, pembaca hanya akan melihat Arjuna yang disapa dengan kata ganti âkauâ, sedangkan dalang tak terlihat dan dianggap oleh pembaca sebagai penulis cerita. Jika dalang tergoda untuk memasukkan dirinya ke dalam peristiwa, misalnya dengan menambahkan, âLalu aku menepuk pundakmu,â maka sudut pandang berubah menjadi orang pertama. Tetapi sudut pandang akan tetap orang kedua jika dalang menceritakan dirinya tidak dengan kata ganti orang pertama, misalnya dengan mengatakan, âLalu seseorang menepuk pundakmu.â Dari pengertian ringkas di atas, dapat dimengerti jika sudut pandang orang kedua jarang sekali dipraktikkan oleh para penulis. Tapi bukan berarti tak ada. Coba baca Dadaisme karya Dewi Sartika, Cala Ibi karya Nukila Amal, dan Kabar Buruk dari Langit buatan Muhiddin M. Dahlan. Meski sudut pandang orang kedua pada ketiga novel ini tidak utuh atau tidak sepenuhnya dipakai dalam keseluruhan novel. Sudut pandang yang digunakan dalam sastra biasanya hanya sudut pandang orang pertama dan orang ketiga. Untuk sudut pandang orang pertama dibagi dua yaitu sudut pandang orang pertama sebagai pelaku utama dan orang pertama sebagai pelaku sampingan. Sedangkan sudut pandang orang ketiga dibagi dua yaitu orang ketiga sebagai mahatahu/serbatahu dan orang ketiga sebagai pengamat. Jadi sudut pandang orang ketiga pelaku utama dan orang ketiga pelaku sampingan tidak ada. kalau perbedaan yang mudah diingat antara sudut pandang orang ketiga serba tahu & pengamat, bagaimana ya ? kalau orang ketiga serbatahu berarti bisa tahu segalanya bahkan sampai pikiran tokohpun tahu, tetapi kalau orang ketiga sebagai pengamat maka hanya melukiskan apa yang dilihat atau sebatas indranya. Mohon maaf sebelumnya, tp knp dalam soal2 bahasa indonesia msh ada sudut pandang orang ketiga sebagai tokoh atau pelaku utama? Mohon penjelasannya⊠terima kasih.. didalam soal penggunaan sudut pandang tersebut digunakan sebagai pengecoh saja. Kak,ap yag dâmaksud sudut pandang orang pertama sebagai pengamat beserta cntohâx sudut pandang orang I sebagai pengamat tidak ada. Sudut pandang orang pertama hanya dibagi menjadi orang I sebagai pelaku utama dan orang I sebagai pelaku sampingan. sudut pandang orang ketiga dibagi menjadi orang III sebagai pengamat dan orang III maha tahu. Baca Juga âIkhtisarâ Pengertian & Ciri â Kegunaan â Cara Membuat â Contoh âKaranganâ Pengertian & Jenis â Fungsi â Manfaat â Unsur âSinopsisâ Pengertian & Fungsi â Cara Membuat â Contoh âKutipanâ Pengertian & Tujuan â Fungsi â Jenis Mungkin Dibawah Ini yang Kamu Cari
INIRUMAHPINTAR - Sebutkan Unsur-Unsur Lakon Teater dan Penjelasannya? Teater sebagai seni merupakan salah satu jenis seni pementasan dengan medium utamanya manusia yang dibangun oleh beberapa unsur pembentuknya, salah satunya unsur lakon dalam konteks seni pementasan lebih populer disebut dengan lakon yang punya peranan dan diperankan oleh tokoh utama yakni boga lalakon. Lakon sebagai karya sastra dapat diartikan sebagai ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman, pemikiran, ide, perasaan, semangat, keyakinan dalam suatu bentuk gambaran kongkret yang membangkitkan pesona dengan alat media bahasa. Pesona atau daya tarik keindahan di dalam sastra, setidaknya dapat dipahami melalui bentuk, isi, ekspresi, dan bahasa ungkap seorang sastrawan dengan persyaratan unsur-unsur di dalamnya, yaitu adanya; Alur, tema, tokoh, karakter, setting, dan sudut pandang pengarang. Unsur-unsur tersebut, hendaknya mengandung muatan; 1 Keutuhan unity artinya setiap bagian atau unsur yang ada menunjang kepada usaha pengungkapan isi hati sastrawan. Dengan kata lain tidak adanya unsur kebetulan, semuanya direncanakan dan dipertimbangkan secara seksama. 2 Keselarasan harmony artinya berkenaan dengan hubungan satu unsur dengan unsur lain, harus saling menunjang dan mengisi bukan mengganggu atau mengaburkan unsur yang lain. 3 Keseimbangan balance ialah bahwa unsur-unsur atau bagian-bagian karya sastra, baik dalam ukuran maupun bobotnya harus sesuai atau seimbang dengan fungsinya. Sebagai contoh, adegan yang kurang penting dalam naskah drama akan lebih pendek daripada adegan yang penting. Demikian juga halnya di dalam puisi bahwa yang dianggap penting akan terjadi pengulangan kata atau kalimat dalam baris lain. 4 Fokus atau pusat penekanan sesuatu unsur right emphasis artinya unsur atau bagian yang dianggap penting harus mendapat penekanan yang lebih daripada unsur atau bagian yang kurang penting. Unsur yang dianggap penting akan dikerjakan sastrawan lebih seksama, sedang yang kurang penting mungkin hanya garis besar dan bersifat skematik saja. Unsur-Unsur LAKON Teater dan Penjelasannya Unsur bahasa merupakan faktor penting dalam berkomunikasi antara pemeran dan penonton, terutama dalam menyampaikan isi pesan yang dilontarkan melalui para pemerannya. Maksud bahasa di sini adalah bahasa secara penyampaian verbal. Hal ini untuk membedakan dengan bahasa gerak, tari atau pun mime. Dengan alasan ciri dari teater rakyat, termasuk di dalamnya yang bersifat spontan, maka dalam membawakan lawakan maupun dalam lakon cerita dikatakan Soemardjo, 200419 yakni nilai dan laku dramatik dilakukan secara spontanitas. Hal ini, jelas dalam menyikapi laku dramatik yang dibangun secara spontanitas para pemainnya sebagaimana dijelaskan Sembung, 199232 bahwa lakon teater rakyat, Topeng Banjet yang ada di Kabupaten Karawang, Jawa Barat. Biasanya menggunakan lakon yang telah dipakai dan kadangkala diulang-ulang dan sangat dikenal oleh pemain dan masyarakat setempat sehingga kerja penyiapan materi seninya tidak terlalu bergantung pada latihan khusus. Naskah lakon teater, khususnya teater tradisional ditangan sang koordinator dan biasanya merangkap pimpinan grup, atau orang yang dituakan dalam kelompok seninya. Lakon yang akan dibawakan baik diminta atau tidak yang empunya hajat penanggap seni merupakan bahan lakon yang perlu dipahami, dan diperankan secara saksama. Adapun bahan lakon tersebut yakni dari teks lisan dalam bentuk garis besar lakon bedrip lakon, cerita disampaikan koordinator kepada para pemain yang ditindak lanjuti menjadi wujud pementasan. Dalam pementasan teater kedudukan lakon menjadi unsur penting. Lakon yang telah ditentukan sebagai bahan pementasan teater, terlebih dahulu dianalisis bagian-bagiannya, antara lain ; alur plotting, tema thought, tokoh dramatic person, karakter character, Tempat kejadian peristiwa Setting, dan Sudut pandang pengarang point of view. Unsur tokoh dan karakter atau perwatakan sebagai unsur seni peran, telah dibahas pada pertemuan bab sebelumnya. Selanjutnya, untuk mempelajari naskah lakon teater, kamu harus memulainya dengan memahami beberapa unsur, antara lain sebagai berikut. 1. Alur atau Jalan cerita Alur dalam bahasa Inggris disebut plot. Alur dapat diartikan sebagai jalan cerita, susunan cerita, garis cerita atau rangkaian cerita yang dihubungkan dengan sebab akibat hukum kausalitas. Artinya, tidak akan terjadi akibat atau dampak, kalau tidak ada sebab atau kejadian sebelumnya. Berbicara alur dapat dikemukakan pula tentang alur maju dan alur mundur. Alur maju, artinya rangkaian cerita mengalir dari A sampai Z. Adapun Alur mundur, cerita berjalan, yaitu, penggambaran cerita yang mengakhirkan bagian awal, dapat juga cerita di dalam cerita atau disebut dengan flashback. a Introduksi= Pengenalan tokoh misalnya Arif, Tuti, Ayah, Ibu, Paman dan Orang Tua Arif b Reasing Action = tokoh utama memiliki itikad Tokoh Arif c Konflik = tokoh utama mengalami pertentangan Itikad Arif dihambat oleh orang tua Tuti d Klimaks = terselesaikannya persoalan tokoh utama kedua orang tua Tuti merestui Arif dalam hubungan cinta e Resolusi = penurunan klimaks atau disebut anti klimaks Kedua orang tua Arif melamar Tuti f Kongklusi = kesimpulan cerita atau kisah Arif dan Tuti bersanding dipelaminan Faktor pertama dan utama dalam memilih naskah lakon terletak pada kekuatan memilih tema. Masalah yang diangkat, gagasan cerita yang digulirkan melalui alur, dan pesan moral bersifat aktual atau tidak. Pesan moral yang dimaksud harus mengangkat nilai-nilai kemanusiaan agar tercipta keseimbangan hidup, harmonis, dan bermakna. 2. Tema Tema adalah pokok pikiran. Di dalam tema terkandung tiga unsur pokok, yaitu 1 masalah yang diangkat, 2 gagasan yang ditawarkan, dan 3 pesan yang disampaikan pengarang. Masalah yang diangkat di dalam tema cerita berisi persoalan-persoalan tentang kehidupan, berupa Ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, dan keamanan, pada suatu masyarakat tertentu dalam lingkup luas atau terbatas. Gagasan yang ditawarkan dalam tema adalah jalan pikiran pengarang untuk memberikan gambaran cerita dari awal sampai akhir. Pesan di dalam tema sebuah lakon berupa kesimpulan ungkapan pokok cerita dari pengarang. Tema-tema yang ada pada lakon drama atau teater, biasanya tentang; kepahlawanan heroic, pendidikan educatif, sosial social, kejiwaan pscykologi, keagamaan religius. Tema lakon di dalam teater remaja, biasanya lebih didasarkan pada muatan pendidikan untuk menumbuh-kembangkan mental, moral, dan pikir. Contoh, dalam memahami tema, temanya pendidikan; masalahnya adalah ânarkobaâ, gagasan atau idenya adalah âmenghilangkan nyawaâ, pesan moral atau nilainya adalah âjauhi narkobaâ sebab menghilangkan nyawa. 3. Penokohan Penokohan di dalam teater dapat dibagi dalam beberapa peran, antara lain protagonis, antagoni, deutragonis, foil, tetragoni, confident, raisonneur dan utility. Secara rinci pesan tersebut dapat dijelaskan berikut. a. Protagonis adalah tokoh utama, pelaku utama atau pemeran utama boga lalakon disebut sebagai tokoh putih. Kedudukan tokoh utama adalah menggerakkan cerita hingga cerita memiliki peristiwa dramatik konflik b. Antagonis adalah lawan tokoh utama, penghambat pelaku utama disebut sebagai tokoh hitam. Kedudukan tokoh antagonis adalah yang mengahalangi, menghambat itikad atau maksud tokoh utama dalam menjalankan tugasnya atau mencapai tujuannya. tokoh antagonis dan protagonis biasanya memiliki kekuatan yang sama, artinya sebanding menurut kacamata kelogisan cerita di dalam membangun keutuhan cerita. c. Deutragonis adalah tokoh yang berpihak kepada tokoh utama. Biasanya tokoh ini membantu tokoh utama dalam menjalankan itikadnya. Kadangkala, tokoh ini menjadi tempat pengaduan atau memberikan nasihat kepada tokoh utama. d. Foil adalah tokoh yang berpihak kepada lawan tokoh utama. Biasanya tokoh ini membantu tokoh antagonis dalam menghambat itikad tokoh utama. Kadangkala, tokoh ini menjadi tempat pengaduan atau memberikan nasihat untuk memperburuk kondisi kepada tokoh antagonis. e. Tetragonis adalah tokoh yang tidak memihak kepada salah satu tokoh lain, lebih bersifat netral. Tokoh ini memberi masukan-masukan positif kedua belah pihak untuk mencari jalan yang terbaik. f. Confident adalah tokoh yang menjadi tempat penyampaian tokoh utama. Pendapat-pendapat tokoh utama tersebut pada umumnya tidak boleh di-ketahui oleh tokoh-tokoh lain selain tokoh tersebut dan penonton. g. Raisonneur, adalah tokoh yang menjadi corong bicara pengarang kepada penonton. h. Utility adalah tokoh pembantu baik dari kelompok hitam atau putih. Tokoh ini dalam dunia pewayangan disebut goro-goro punakawan. Kedudukan tokoh utilitty, kadangkala ditempatkan sebagai penghibur, penggembira atau hanya sebatas pelengkap saja, Artinya, kehadiran tokoh ini tidak terlalu penting. Ada atau tidaknya tokoh ini, tidak akan mempengaruhi keutuhan lakon secara tematik. Kalau pun dihadirkan, lakon akan menjadi panjang atau menambah kejelasan adegan peristiwa yang dibangun. Dalam kaitan penokohan di dalam teater rakyat atau teater tradisional cenderung bersifat flat. Artinya, setiap pemain atau pemeran yang akan membawakan penokohan cerita tidak berubah atau jarang berubah orang sesuai dengan karakter atau kebiasaan tokoh yang dibawakan dalam membawakan peranannya. Oleh karena itu, di dalam teater rakyat, mengenal pembagian casting berdasarkan kebiasaan tokoh yang dibawakan. Apakah itu tokoh pejabat, penjahat, goro-goro atau peran utama dengan paras yang ganteng. Dengan tipe casting inilah, teater rakyat akan lebih mudah untuk mengembangkan cerita dengan tingkat improvisasi dan spontanitas tinggi tanpa naskah. 4. Karakter Karakter adalah watak atau perwatakan yang dimiliki tokoh atau pemeran di dalam lakon. Watak atau perwatakan yang dihadirkan pengarang dengan ciri-ciri secara khusus, misalnya berupa; status sosial, fisik, psikis, intelektual, dan religi. Status sosial sebagai ciri dari perwatakan adalah menerangkan kedudukan atau jabatan yang diemban tokoh dalam hidup bermasyarakat pada lingkup lakon, antara lain; orang kaya, orang miskin, rakyat biasa atau jelata, penggangguran, gelandangan, tukang becak, kusir, guru, mantri, kepala desa, ulama, ustad, camat, bupati, gubernur, direktur atau presiden, dan lain-lain. Fisik sebagai ciri dari perwatakan, menerangkan ciri-ciri khusus tentang jenis kelamin laki-laki perempuan atau waria, kelengkapan pancaindra atau keadaan kondisi tubuh cantik-jelek, tinggi-pendek, kurus-buncit, kekar-lembek, rambut hitam atau putih, buta, pincang, lengan patah, berpenyakit atau sehat, dan lain-lain. Psikis sebagai ciri dari perwatakan menerangkan ciri-ciri khusus mengenai hal kejiwaan yang dialami tokoh, seperti; sakit ingatan atau normal, depresi, traumatic, mudah lupa, pemarah, pemurah, penyantun, pedit, pelit, dermawan, dan lain-lain. Intektual sebagai ciri dari perwatakan menerangkan ciri-ciri khusus mengenai hal sosok tokoh dalam bersikap dan berbuat, terutama dalam mengambil sebuah keputusan atau menjalankan tanggung jawab. Misalnya, kecerdasan pandai atau bodoh, cepat tanggap atau apatis, tegas atau kaku, lambat atau cepat berpikir, kharismatik gambaran sikap sesuai dengan kedudukan jabatan, tanggung jawab berani berbuat berani menanggung resiko, asalkan dalam koridor yang benar. Karakter tokoh akan lebih mudah dicerna, karena kekhasan tokoh dan pembiasaan membawakan tokoh menjadi landasan dalam membangun karakter peran di dalam penyajian lakon teater. Biasanya pemeran yang berperawakan tinggi besar, berperilaku kasar, handal menampilkan silat akan cenderung membawakan tokoh dengan karakter Jawara atau tokoh jahat. Adapun pemain yang berperawakan tinggi besar dengan paras ganteng akan menerima tokoh dengan karakter tokoh baik. Begitu pula dengan pendukung yang bertubuh kecil dan jelek tetapi mampu mengocek perut akan hadir sebagai tokoh utility atau detragonis atau foil. 5. Setting Setting dalam sebuah lakon merupakan unsur yang menunjukan; tempat dan waktu kejadian peristiwa dalam sebuah babak. Berubahnya setting berarti terjadi perubahan babak, begitu pula dengan sebaliknya. Perubahan babak berarti terjadi perubahan setting. Tempat sebagai penunjuk dari unsur setting di dalam lakon, mengandung pengertian yang menunjuk pada tempat berlangsungnya kejadian. Misalnya di rumah, di hotel, di stasiun, di sekolah, di kantor, di jalan, di hutan, di gang jalan, di taman, di tempat kumuh, di lorong , di kereta api, di dalam Bus, dan seterusnya. Waktu sebagai bagian unsur setting di dalam lakon, menjelaskan tentang terjadinya putaran waktu, yakni siang-malam, pagi-sore, gelap-terang, mendung, cerah, pukul lima, waktu Ashar, waktu Subuh, zaman kemerdekaan, zaman orde baru, zaman reformasi 6. Point of View Setiap lakon, termasuk lakon teater anak-anak, remaja, dewasa atau pun untuk semua umur pasti melibatkan sudut pandang pengarang atau penulis. Sudut pandang pengarang atau penulis ini disebut point of view. Sebagai gambaran intelektualitas dan kepekaan pengarang atau creator dalam menangkap dan memaknai fenomena yang terjadi. Memahami dan menangkap tanda-tanda tentang sudut pandang pengarang merupakan hal penting bagi seorang creator panggung atau pembaca agar terjadi kesepahaman, kesejalanan atau tidak setuju dengan apa yang ditawarkan dan dikehendaki pengarang. Apabila seorang creator dalam proses kreatifnya mengalami kesulitan menemukan pandangan inti pengarang, secara etika creator dapat melakukan konsultasi atau wawancara dengan penulis tentang maksud dan tujuan dari lakon yang ditulis. Nah, setelah kamu belajar tentang unsur-unsur lakon, jawablah beberapa pertanyaan di bawah ini! 1. Apa saja yang kamu ketahui tentang unsur lakon dalam teater? 2. Jelaskan pengertian lakon teater? 3. Jelaskan unsur-unsur pementasan teater? 4. Apa perbedaan pemakaian unsur bahasa yang digunakan dalam lakon teater tradisional rakyat dan teater tradisional istana?
dalam pementasan teater sudut pandang pengarang disebut juga dengan